Cikarang, Urbansiana.com,- Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur telah menimbulkan ke khawatiran serius terhadap keberlangsungan Suku Balik, komunitas yang telah mendiami kawasan tersebut selama berabad-abad. Berdasarkan laporan tertentu dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), proyek megapolitan ini juga tidak hanya mengancam ruang hidup fisik masyarakat adat tetapi juga eksistensi budaya mereka secara keseluruhan. Suku Balik yang hanya sekitar 1000 jiwa, kini menghadapi tekanan sistematis yang cukup kompleks, berupa penggusuran lahan, dan hilangnya akses terhadap sumber daya alam, dan juga penghancuran situs-situs sakral.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dibalik narasi kemajuan serta modernisasi pembangunan IKN, tersembunyi sebuah risiko kepunahan terhadap salah satu kelompok masyarakat adat tertua di Kalimantan.
Profil dan Sejarah Suku Balik
Identitas dan Persebaran
Suku Balik merupakan komunitas adat yang telah lama mendiami wilayah Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang kini ditetapkan sebagai kawasan inti IKN Nusantara. Dengan tidak lebih dari 1000 Jiwa, atau sekitar 200 kepala keluarga, Suku Balik tersebar di tiga lokasi utama yaitu Desa Bumi Harapan, Kelurahan Sepaku, dan Kelurahan Pemaluan.
Meskipun sering kali dikelirukan dengan Suku Paser, kedua kelompok ini sesungguhnya berbeda, meski memiliki hubungan historis. Salah satu penanda identitas kuat dari Suku Balik, adalah bahasa yang mereka tuturkan cukup unik, walaupun mereka dapat memahami Bahasa Paser, penutur suku lain tidak dapat memahami dengan baik dari Suku Balik. Kekhasan dari Linguistik ini telah menjadi warisan budaya tak benda yang menjadi penanda Identitas Komunitas
Akar Sejarah yang Dalam
Berdasarkan catatan sejarah dan cerita rakyat, keberadaan Suku Balik telah tercatat sejak abad Ke-18 di bawah kekuasaan Kesultanan Paser. Tanah yang didiami oleh komunitas ini memiliki nilai historis penting, sebab dulunya merupakan hadiah dari Sultan Paser kepada putrinya yang menikah dengan bangsawan Kutai.
Bahkan sebelumnya terbentuknya kabupaten Penajam Paser Utara, pada tahun 2002, wilayah ini merupakan bagian dari Kabupaten Paser, yang menjelaskan kedekatan historis dan kultural antara Suku Balik dengan Suku Paser secara umum. Beberapa sumber bahkan mencatat bahwa komunitas ini telah bermukim di wilayah tersebut sejak masa kolonial Belanda, menunjukkan akar historis yang sangat dalam bagi keberadaan mereka di tanah leluhur.
Erosi Budaya Sebelum IKN
Bahkan sebelum penetapan IKN, kebudayaan adat Suku Balik sudah mengalami tekanan akibat perubahan sosial. Sejak dekade 1990an, kehidupan berbudaya yang sebelumnya sudah sangat kental dalam komunitas ini sudah mulai tergerus oleh berbagai faktor-faktor sosial yang membuat banyak anggota komunitas merasa malu untuk menunjukkan identitas mereka sebagai bagian dari Suku Balik.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana kelompok minoritas adat sering kali mengalami tekanan sosial untuk dapat berasimilasi dengan budaya yang dominan, yang secara perlahan mengikis praktik-praktik tradisional dan bahasa asli mereka. Meskipun demikian, beberapa anggota komunitas suku rimba, seorang "Penyembur" atau penyembuh tradisional, masih mempertahankan pengetahuan leluhur tentang tanaman obat dan praktik-praktik penyembuhan tradisional, meski menghadapi keterbatasan sumber daya.